Spesies reptile langka yang hidup sejak zaman dinosaurus ternyata masih bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik diSelandia Baru.
Reptile yang disebut dengan tuatara (Sphenodon sp.) itu sebelumnya diperkirakan telah punah karena tak pernah terlihat lagi di alam sejak 200 tahun terakhir.
Secara kebeutlan, staf di Kaori Wildlife Sanctuary, Wellington menemukannya di kawasan konservasi alam tersebut, Jumat (31/10), saat melakukan perawatan rutin.
Ia menemukan empat butir telur tuatara yang masing-masing sebesar bola pingpong dan khas dengan warna putih serta cangkang keras.
“Sarang tersebut ditemukan tanpa sengaja dan bukti konkrit pertama bahwa tuatara kami berkembang biak,” ujar Rouen Epson, manajer konservasi Karori Wildlife Sanctuary.”
“Telur-telur tersebut langsung dikembalikan ke tempatnya dan jika tidak terganggu diperkirakan menetas paling lambat Maret tahun depan.”
Di sarang tersebut mungkin akan terdapat telur lebih banyak karena biasanya seekor tutara bertelur 10 ekor.
Hal tersebut juga merupakan indikasi kemungkinan sarang tuatara lainnya di kawasan tersebut. Tuatara yang sosoknya mirip iguana sehingga disebut naga dapat tumbuh hingga sepanjang 80 centimeter.
Giginya sangat khas dengan dua deret gigi di mulut bagian atas dan satu deret di bagian bawah yang saling melengkapi. Di bagian atas kepalanya terdapat “mata ketiga” berupa kelenjar pineal yang membuatnya sesitif terhadap rangsangan cahaya.
Namun, kelenjar yang terbungkus kulit warana putih ini berangsur hilang begitu tuatara tumbuh dewasa. Tuatara merupakan satu-satunya spesies yang masih hidup sejak muncul di zaman dinosaurus 225 juta tahun lalu sehingga disebut fosil hidup.
Hewan asli Selandia Baru itu terus berkurang dan nyaris punah di tiga pulau utama di Selandia Baru sejak masuknya hewan pendatang seperti tikus dan sejenisnya.
Populasinya hanya tersisa di 32 pulau kecil yang bebas dari predator alaminya. Sebanyak 70 ekor tuatara dilepaskan ke Karori Wildlife Sanctuary pada tahun 2005 diikuti 130 ekor lainnya pada tahun 2007.
Kawasan konservasi seluas 29 hektare yang ada di tengah Kota Wellington itu merupakan pusat pelestarian burung, serangga, dan spesies lainnya.